Asal Usul Antar Ajong Berbagai Versi
KONSEP ASAL
USUL ANTAR AJONG
A.
PENDAHULUAN
Simpang siurnya
sejarah asal usul antar ajong yaitu sebuah adat budaya Masyarakat Pesisir di
Kabupaten Sambas menggerakkan hati saya untuk mengajak semua kalangan
bersama-sama untuk meneliti asal usul yang sebenarnya adat istiadat ini. Saling
klaim mengenai dimana awal mula pelaksanaan kegiatan ini nantinya juga bisa
menjadikan konflik di antara masyarakat, oleh sebab itu saya fikir hal ini
menjadi sangat perlu untuk kita atasi bersama.
Dalam tulisan
ini saya hanya menawarkan konsep yang nanti mudah-mudahan dapat di jadikan
acuan untuk meneliti asal usul kegiatan adat ini. Bersama ini juga semoga adat
istiadat ini tetap terpelihara dan bisa menjadi ikon pariwisata Kabupaten
Sambas yang dapat memajukan Kabupaten ini menjadi termasyhur dengan keragaman
budayanya.
Dalam hal ini
saya menawarkan konsep asal usul antar ajong ini dalam beberapa fase. Yaitu
fase pertama asal usul menurut versi masyarakat wllayah sungai dan menurut
versi masyarakat pesisir pantai. Fase kedua perkembangan setelah Sambas
bergabung dengan NKRI dan setelah masuknya berbagai suku ke Kabupaten Sambas.
B.
ASAL USUL ANTAR AJONG
1.
FASE PERTAMA
A.
VERSI MASYARAKAT PESISIR SUNGAI
Pada zaman dahulu ketika Kerajaan Sambas kehilangan
seorang Raja yang telah mangkat, maka naik tahtalah seorang Raja yang kejam.
Raja tersebut membuat rakyat takut karena siapa saja masyarakat yang melakukan
kesalahan, walaupun hanya kesalahan kecil, maka akan di sembelih dan dijadikan
makanannya.
Semua rakyat sangat ketakutan yang luar biasa sampai
mereka bersembunyi di hutan sehingga Kerajaan Sambas seperti padang jarak
padang tekukur. Berbulan-bulan akhirnya Raja yang kejam itu tidak lagi memakan
manusia. Namun ada saja helahnya mencari akal supaya dapat kembali memakan
manusia dengan membuat peraturan yang aneh-aneh. Diantaranya semua orang
dilarang tertawa. Apabila ada yang tertawa, maka hukum pancung pun
dilaksanakan.
Hukum tersebut menyebabkan tidak satupun rakyat,
termasuk pejabat kerajaan berani tertawa apalagi tersenyum. Raja itu gagal
untuk memakan manusia. Lalu Raja tersebut kembali mencari akal. Raja
memerintahkan anak-anak remaja yang masih bujang dan dara dari anak para
menteri dan hulubalang kerajaan untuk menumbuk emping. Pada waktu menumbuk emping
dilarang berpakaian. Dengan demikian tentunya ini bisa membuat mereka tertawa
dan Raja bisa memakan manusia.
Hal tersebut membuat para menteri dan hulubalang
merasa khawatir. Lalu mereka bermuafakat bersama dengan tabib kerajaan untuk
menurunkan raja dari tahtanya. Tabib tahu benar dengan kondisi raja dalam
perihal pantangan makanan yang tidak boleh dimakan raja yang apabila dimakannya
akan menimbulkan penyakit. Penyakit raja itu adalah alergi terhadap suatu
makanan yang bisa menyebabkan terkena penyakit bisul.
Tabib dan para menteri beserta hulubalang pun
mempersiapkan rencana tersebut dengan matang.
Dalam 7 hari sang raja merasa aneh dengan badannya,
satu persatu bisul dibadannya pun timbul. Yang lebih parah lagi, banyak bisul
tumbuh di kaki raja, sehingga tidak mampu bergerak.
Dalam keadaan itu para prajurit diluar istana membuat
suara gaduh, seakan terjadi pertempuran sehingga membuat raja cemas. Sang raja
memerintahkan para menteri untuk mencari cara untuk mengatasi hal itu. Para
menteri menyarankan agar raja buat sementara waktu untuk melarikan diri ke
pulau seberang. Karena pemberontakan rakyat tak bisa lagi di bendung, prajurit
istana tidak mampu mempertahankan istana dan sudah ramai yang gugur.
Para menteri dan hulubalang pun mempersiapkan sebuah
kapal layar yang nantinya untuk menghanyutkan raja. Kapal layar tersebut di
buat khusus, di dalamnya ada sangkar besi. Di luar kapal dibuat orang-orangan
seakan itu adalah para prajurit yang akan menghantar raja ke pulau seberang.
Dan kapal tersebut sengaja di bocori agar nantinya sang raja tenggelam.
Bunyi riuh di halaman istana membuat sang raja makin
panik, dengan segera para menteri membawa raja keluar dari belakang istana.
Raja di masukkan ke sangkar besi dengan tujuan agar rakyat tidak bisa menyerang
raja.
Kapal layar tersebut berlayar selama 3 hari 3 malam
dan akhirnya tenggelam dan raja yang kejam itu pun mati lemas.
Setelah kejadian itu, rakyat kembali aman dan damai.
Semua keluar dari hutan kembali hidup seperti sedia kala.
Untuk mengenang kebebasan tersebut, rakyat di pesisir
sungai mengadakan antar ajong di sungai. Setiap tahun ini diadakan menjadi hal
yang rutin dan seakan suatu kewajiban.
Pada suatu hari rakyat pesisir sungai ingin sekali
melihat Raja mereka yang baru. Karena belum pernah sama sekali di kunjungi raja
dan ingin mengenalnya lebih dekat. Lalu kepala kampung pun berencana mengadakan
suatu acara yang nantinya bisa membuat raja terkesan. Kepala kampung tersebut
berencana mengadakan Antar Ajong dalam skala besar. Oleh karena banyaknya
peserta maka tentunya sungai tidaklah cukup untuk mengadakan acara tersebut.
Lalu di putuskanlah untuk mengadakan Antar Ajong di laut. Selain tempat yang
luas, akan ada banyak tantangan bagi peserta yang mengikuti.
Raja pun di undang kepala kampung, dalam semalam itu
Raja tidak bisa tidur karena penasaran seperti apa acara Antar Ajong itu.
Akhirnya keesokan harinya raja pun datang setelah melewati Sungai Sambas,
Sebawi, Sekura, Serabek, dan Tangaran.
Rakyat menyambut raja dengan meriah dan berbagai acara
rakyat, seperti tarian, permainan tradisional dan silat.
Sejak itu Antar Ajong menjadi even tahunan masyarakat
pesisir Pantai Kabupaten Sambas di Paloh, Teluk Keramat, dan Tangaran.
(Sumber Acuan : Cerita beberapa Orang Tua yang
bercerita ketika berkumpul bersama cucunya)
B.
VERSI MENURUT MASYARAKAT PESISIR PANTAI
Pada zaman dahulu nenek moyang kita bangsa melayu
adalah sebuah “Empire” Kerajaan terbesar di Nusantara. Memiliki pasukan tentara
laut yang sangat di segani karena keberaniannya mengarungi lautan yang kita
kenal sekarang Laut Cina Selatan. Seperti kita ketahui memiliki gelombang yang
sangat tinggi dan bisa berbahaya di waktu-waktu tertentu ketika cuaca ekstrem
melanda.
Pada zaman perperangan melawan sebuah kerajaan dari
Jawa, pasukan tentara laut Melayu kehabisan bekal. Mundur pasti diserang musuh,
maju pasti tak mampu melawan. Lalu ketua armada mencari akal dan menyuruh
rakyat membuat replika atau miniatur kapal layar sebanyak-banyaknya untuk di
hanyutkan ke laut dengan tujuan untuk mengirim makanan untuk keperluan pasukan.
Di zaman bangsa eropa mengarungi lautan dan mencoba
menguasai tanah air bangsa Melayu kembali terjadi perang. Ketua armada pasukan
laut kembali memerintahkan untuk menganyutkan miniatur kapal layar tersebut
dengan tujuan menakut-nakuti tentara laut eropa supaya menyangka bahwa pasukan
laut Melayu sangat ramai dan tidak mungkin untuk dilawan.
(Sumber Acuan : Cerita Raja Sambas yang diminta
Kerajaan Kuching untuk membantu melawan tentara Inggris)
Sejak itu acara Antar Ajong di adakan untuk mengenang
keberanian pasukan tentara laut Bangsa Melayu. Dan di jadikan agenda tahunan
masayarakat pesisir pantai Kabupaten Sambas.
2.
FASE KEDUA
Setelah bergabungnya Sambas ke Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan di hilangkannya sistem kerajaan di seluruh Nusantara
(kecuali Yogyakarta). Maka budaya Jawa lebih dominan dan dijadikan budaya
nasional dan Sambas berubah 360 derajat. Pada waktu tersebut kebetulan juga
acara antar ajong sudah lama di tinggalkan oleh masyarakat. Setelah lama tidak
dilaksanakan, muncullah ide dari beberapa kepala kampung untuk melaksanakan
kembali acara antar ajong.
Untuk mengadakan acara tersebut kepala kampung
bekerjasama dengan dukun-dukun kampung supaya acara ini menjadi lebih sakral
sebagai upaya pelestarian ikon wilayah pesisir kabupaten sambas. Acara antar
ajong di lengkapi dengan “Besiak” (dukun memanggil roh halus dan sekaligus
memperagakan cerita-cerita lama dalam bentuk syair dan pantun yang
dinyanyikan).
Masuknya budaya-budaya luar menjadikan acara antar
ajong menjadi suatu kepercayaan. Misalnya masyarakat Jawa mempercayai bahwa
antar ajong ini mirip dengan budaya mereka yang menyembah penguasa lautan
dengan menghayutkan kepala kerbau, dll. Sehingga anggapan masyarakat acara
antar ajong ini bertujuan untuk mengusir roh jahat, dan memberi kemakmuran
kepada yang melaksanakannya.
Pada fase ini juga terjadi saling klaim dari berbagai
pihak yang mengaku asal usul antar ajong ini pertama kali dilaksanakan di
kampungnya. Hal ini terjadi bukanlah tanpa sebab. Perubahan sistem
penyelenggaraan negara dan adanya upaya pelestarian budaya oleh pemerintah yang
tentunya siap mengucurkan dana untuk kegiatan tersebut, ditambah situasi
politik yang ditujukan untuk meraih simpatik masyarakat.
Hal demikian sangat mempengaruhi simpang siurnya asal
usul antar ajong yang dibuat cerita menurut versi kampung mereka masing-masing.
C.
PENUTUP
Demikianlah konsep sebuah asal usul antar ajong yang
saya paparkan. Saya merasa tulisan ini sangat belum sempurna adanya karena
memang keterbatasan saya sendiri dalam hal mencari referensi dan bukti,
sehingga analisa saya seakan jauh dari kebenaran. Dan kekurang fahaman saya
dalam berbahasa Indonesia menjadikan tulisan ini seperti sulit di mengerti.
Namun demikian saya berharap agar semua kalangan masyarakat, petinggi,
mahasiswa, dll yang ada di Kabupaten Sambas mau turut serta bersama-sama
melestarikan Adat Budaya yang ada. Seperti kata pepatah Melayu “Budaya
menunjukkan Bangsa”. Jika ada adat budaya yang menyimpang, tentunya kita
luruskan, bukan di hilangkan sepertimana di katakan “Lebih Baik Mati Anak
daripada Mati Adat”. Bukan berarti pepatah tersebut menyuruh generasi hilang,
namun supaya semua generasi memiliki Adat Budaya sendiri, tidak menjiplak dari
suku bangsa lain dan tidak diklaim suku bangsa lain. Dengan demikian Kabupaten
Sambas memiliki Adat Budaya yang di junjung tinggi Dunia seperti bangsa-bangsa Melayu
yang lain.
Wassalam.
Pancur, 7 September 2015
Penulis
ILHAM
Alamat : Desa Pancur
Kecamatan Tangaran Kabupaten Sambas
Comments
Post a Comment